APOTEKER INDONESIA, MENGAPA BELUM EKSIS?

                Sebelum saya menuangkan unek-unek lebih lanjut, terlebih dahulu saya ingin memperkenalkan diri. Saya adalah seorang Apoteker Indonesia yang sudah hampir 10 tahun menyandang profesi  ini. Pernah enam bulan menjadi  APA /Apoteker Pengelola Apotek  tekab ( teken kabur = teken/ tanda tangan laporan bulanan, terima gaji dan kabur  meninggalkan apotek untuk tekab lagi bulan berikutnya). Selanjutnya kurang lebih 7,5 tahun menjadi APA pada salah satu apotek milik BUMN Farmasi. Sebagai APA di BUMN ini tentu saja saya tidak bisa lagi menganut faham tekab, tetapi  selalu hadir pada setiap jam kerja yang agak fleksibel. Fleksibel di sini artinya saya tidak mesti datang sebagaimana jam kerja kantor pada umumnya yakni from eight to four atau from nine to five, tapi saya bisa saja hadir mulai tengah hari sampai malam, pagi sampai sore dan sebagainya karena memang pada hakekatnya selama sebuah apotek melaksanakan kegiatan operasionalnya, maka selama itu pula tanggung jawab seorang apoteker. Setelah resign dari tempat kedua karena suatu alasan, saat ini saya mengabdikan diri sebagai salah seorang staf pengajar di program studi Farmasi pada salah satu Universitas Negeri di Ciputat ( Jakarta ? ).

           Saya kembali pada pertanyaan di atas “ kenapa profesi apoteker/ farmasis belum eksis juga di Indonesia ?”. Barang kali pertanyaan yang timbul dalam benak saya ini tidak sepenuhnya benar. Mungkin banyak rekan-rekan apoteker yang nantinya memiliki penilaian yang jauh berbeda dengan saya. Menurut saya hal itu sah-sah saya. A difference is a beutiful thing begitu kata pepatah lama. Rambut boleh sama hitam tapi pemikiran bisa saja berbeda,  kata pepatah yang lain. Sehingga saya akan dengan terbuka menerima perbedaan-perbedaan tersebut dan sangat berharap masukan-masukan dari siapa saja dalam upaya memperkaya khasanah berfikir.

           Menurut saya yang disebut dengan profesi adalah apabila orang yang menyandang profesi tersebut dapat memberikan pelayanan/ manfaat kepada masyarakat di sekelilingnya secara langsung. Beberapa contoh profesi dalam memberikan layanan profesinya tersebut sebagai berikut : dokter memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien berupa diagnosa penyakit dan terapi; Guru/ dosen memberikan pengajaran dan bimbingan kepada murid/ mahasiswanya; Pengacara secara langsung membela kliennya,; Perawat memberikan perawatan dengan tangannya kepada pasien. Masih banyak contoh lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

           Bagaimana dengan profesi apoteker? Apakah Apoteker Indonesia sudah terlibat langsung dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya ? Apakah apoteker Indonesia sudah memberikan konstribusi yang sama dengan beberapa contoh profesi yang saya sebutkan di atas ? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya mencoba mengelompokkan beberapa bidang kerja yang digeluti oleh apoteker Indonesia sebagai berikut :

1.  Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit.

Rumah sakit merupakan salah satu tempat utama dimana seorang apoteker seharusnya melakukan praktek profesinya. Di rumah sakit banyak terdapat pasien yang sedang mengkonsumsi obat. Dan profesi yang paling banyak mengetahui tentang obat adalah apoteker. Obat bukanlah bahan yang sepenuhnya aman untuk dikonsumsi. Banyak laporan yang menyebutkan bahwa kejadian Adverse Drug Reaction/ADR ( Reaksi obat yang tidak diinginkan )  di rumah sakit cukup banyak.. Hal-hal seperti ini seharusnya dapat dicegah dengan adanya konstribusi dari apoteker.

Menurut saya profesi apoteker di rumah sakit belum eksis. Salah seorang apoteker yang saya kenal dengan baik, hampir selama tujuh tahun bersolo karir sebagai  apoteker di sebuah rumah sakit swasta tipe C. Kesehariannya hanya berkutat dengan urusan manajemen obat seperti masalah pengadaan, pengorganisasian staf, dan tentunya beberapa kegiatan rapat dengan manajemen rumah sakit yang kesemua aktifitasnya tersebut tidak berhubungan langsung dengan pasien. Dari apoteker kenalan saya ini saya dapatkan informasi bahwa kondisi yang sama juga terjadi pada apoteker koleganya yang bekerja pada rumah sakit lainnya. Begitu juga dengan apa yang saya lihat langsung di beberapa rumah sakit pada beberapa kesempatan. Untuk rumah sakit sebesar RSCM, menurut perkiraan saya hanya memiliki apoteker kurang dari 30 orang.

2.  Apoteker yang bekerja di Farmasi komunitas/ Apotek

Apotek merupakan lahan pekerjaan yang paling banyak menampung apoteker. Mungkin karena jumlahnya paling banyak, maka menurut saya konstribusi apoteker yang bekerja di tempat ini sangat besar terhadap tidak eksisnya profesi apoteker di Indonesia. Bagaimana mau eksis, jika sebagian besar apotekernya banyak yang menganut paham tekab tadi. Saya belum memiliki data pasti tentang berapa persen apoteker tekab saat ini, barang kali pada suatu kesempatan nanti saya akan melakukan penelitian/ survey tersendiri. Tapi menurut perkiraan saya persentasenya lebih dari 80%.

Banyak dari sejawat apoteker yang menjadikan profesi APA sebagai side job di samping pekerjaan utamanya seperti PNS atau lain sebagainya. Celakanya lagi ada pula apoteker yang bekerja di POM baik pusat maupun wilayah yang menempuh cara ini. Padahal merekalah yang seharusnya  memberikan contoh agar jumlah apoteker tekab ini dapat diminimalisir. Beberapa alasan yang pernah saya ketahui kenapa sejawat apoteker melakukan ini adalah : PSA tidak bisa memberikan gaji yang memuaskan, atau sayang kalau ijazah apoteker tidak dimanfaatkan untuk mendatangkan uang.

Pada suatu kesempatan saya hadir di sebuah seminar yang salah satu pembicaranya adalah ketua yayasan lembaga konsumen kesehatan indonesia. Dia mengatakan bahwa Apoteker merupakan profesi yang tidak bertanggung jawab. Pada awalnya saya agak tersinggung juga mendengarnya ( selama saya menjadi APA di tempat kerja kedua, saya selalu hadir di apotek ), tapi setelah saya renungkan sejenak, saya dapat menerima ucapannya tersebut dan cenderung membenarkannya.

Apabila apoteker hanya datang ke apotek sekali atau beberapa kali sebulan, bagaimana dia bisa memberikan pelayanan profesi kepada masyarakat yang menebus obat di tempat yang menjadi tanggung jawabnya. Banyak penelitian yang menemukan bahwa jumlah orang yang masuk dan dirawat di rumah sakit disebabkan oleh obat tidaklah sedikit. Ini artinya kejadian ADR tersebut berlangsung selama pasien berada di luar rumah sakit yang merupakan domainnya apoteker farmasi komunitas/ apotek. Banyak sebetulnya yang bisa dilakukan oleh apoteker farmasi komunitas dalam menjalankan profesinya agar bermanfaat bagi masyarakat. Posisi APA sampai saat ini masih ada sebetulnya karena masih dilindungi oleh Undang-Undang yang mewajibkan Apotek mempekerjakan seorang Apoteker penanggung jawab. Dalam kondisi yang berlangsung saat ini, tanpa Apotekerpun sebetulnya apotek bisa beroperasi karena konstribusi apotekernya dipertanyakan.

3.  Apoteker yang bekerja di bagian administrasi pemerintah

Saya tidak bisa memberikan komentar banyak tentang ini. Tapi sebagian dari apoteker yang bekerja di bagian ini saya yakin banyak juga yang menjadi APA. Sehingga tentu saja mereka juga ikut memberikan pengaruh terhadap belum eksisnya profesi apoteker di Indonesia.

4.  Apoteker yang bekerja di industri/ pabrik farmasi

Dengan sistem pendidikan farmasi yang masih dianut oleh Indonesia dan peraturan pemerintah yang mewajibkan Apoteker sebagai supervisor produksi, maka Apoteker yang bekerja di sektor ini menurut hemat saya patut dihargai. Begitu juga dengan sejawat apoteker yang bekerja di bagian formulasi, R & D yang banyak menghabiskan waktunya untuk menjalankan tugas-tugas nya yang memang berkaitan erat dengan farmasi. Tapi apabila ada juga sejawat yang nyambi menjadi APA yang sudah dapat dipastikan mereka akan sangat jarang ada di apotek, maka sejawat yang melakukan ini juga punya andil dalam menyebabkan belum eksisnya profesi apoteker di Indonesia.

5.  Apoteker yang bekerja di dunia pendidikan

Untuk sejawat yang bekerja di dunia pendidikan dibebani tanggung jawab yang lebih besar lagi. Tanggung jawab untuk mencetak apoteker-apoteker berkualitas sehingga dapat menjadi profesi yang diperhitungkan dan mengambil peran penting dalam dunia kesehatan. Sama dengan sejawat yang bekerja di Industri, apabila bapak dan ibu dosen juga menjadi APA dengan sistem tekab, maka mereka juga punya sumbangsih dalam menyebabkan belum eksisnya profesi apoteker di Indonesia

Sepertinya unek-unek yang akan saya utarakan tidak selesai dalam satu bahasan, nanti saya lanjutkan pada kesempatan berikutnya.

32 Tanggapan to “APOTEKER INDONESIA, MENGAPA BELUM EKSIS?”

  1. Diperlukan APOTEKER untuk Kepala Produksi produk NATURAL di Kuta Bali. Menyukai kegiatan meracik bahan bahan alami untuk produk spa / sabun. Mempersiapkan produck development dari bahan bahan alami. Kirim CV dan expected salary ke spa_soap@yahoo.co.id Terima kasih FB Gunawan Wicaksono

  2. Salam kenal. Sy Agus, seorang maba jurusan Farmasi.
    Menurut sy, untuk mencegah penyakit tidak bertanggung jawab oleh apoteker, maka mungkin ada baiknya sejak kuliah diberikan sugesti atau nasehat tentang tanggung jawab. Tapi tentunya sang dosen juga harus memberikan contoh yang baik. Kan tidak adil kalau sang dosen sering memberi nasehat tentang tanggung jawab namun dosen itu sendiri yang tidak bertanggung jawab. 🙂

    • Salam kenal juga mas agus. Saya sependapat bahwa tugas dosen tidak hanya menyampaikan mata kuliah tapi yang paling penting adalah menjadi teladan bagi mahasiswa/i nya. Saya sendiri bercita-cita ingin menuju pada keadaan tersebut. Selamat datang di dunia farmasi ya mas semoga ke depannya farmasi Indonesia makin jaya menyusul farmasi di negara lain yang sudah lebih dulu eksis

  3. Kartika dewi Says:

    Mba yarda, mohon info serta bantuannya mba, saya ingin sekali seperti mba bisa menjadi dosen di salah satu university, mungkin mba bs bantu?? Karna baru2 ini saja saya terjun pada pendidikan khususnya pendidikan tinggi ( sebelumnya mengajar SMK FARMASI), Kali2 aja ada lowongan di fakultas tempat mba mengajar sekarang.

    • Jika Mba Kartika tertarik di dunia pendidikan, coba aja datang langsung ke program studi yang bersangkutan untuk mencari tahu apakah ada peluang di sana. Coba aca bertanya kepada kepala programnya.

    • salam kenal, senang sekali mendengar teman sejawat yang benar-benar mengabdikan profesinya seperti mbak. Mungkin suatu ketika saya memerlukan pengalaman mbak yusnita untuk saya sampaikan kepada mahasiswa. tks ats kunjungannya

  4. tulisannya menarik ni jd tmn2 yg lain biar ” bs lbh sadar”…
    sy kerja di sebuah rs swasta…tp justru sy g berkutat di pengadaan obat (malah hampir g tau…cm tulis permintaan selanjutnya sdh ada yg mengurus)…dan stiap hari sy malah ketemu pasien….

  5. Semuanya berawal dari dalam diri sang apoteker itu sendiri, juga lingkungan kerja tentunya. Ada sedikit pengalaman di sebagai calon apokeker di apotek (karena sebelum ijin turun harus go) pada daerah yang berbeda. Sebelum mengurus ijin diiwajibkan untuk magang terlebih dahulu dan soal brp lama tergantung daerah masing2. Pada kesempatan ini bisa dimanfaatkan bagi sang apoteker untuk mengenal dan memahami bagaimana medan (pola penyakit, masalah2 kesehatan yg sering timbul, juga pola kehidupan masyarakat sekitar) di lingkungan kerja sehingga dapat menentukan strategi dalam memberikan pelayanan farmasi secara optimal (baik managemen maupun klinik). APA jika tidak ada pada jam2 tertentu dapat digantikan oleh apoteker pendamping. Yang jadi pertanyaan, mampukah PSA menggaji 2 apoteker + tenaga yg lain??? Dalam hal ini ketegasan dari organisasi profesi juga menentukan terutama masalah perijinan.
    Kalo di lingkungan rumah sakit sendiri, untuk mengoptimalkan pelayanan farmasi perlu memfokuskan antara managemen dan klinis. Tak heran jika dalam progdi disesuaikan dengan bidang minat, apalagi jika rumah sakit tersebut tergolong rumah sakit besar. Kendala yg dihadapi juga tak ringan, sebagai contoh urusan birokrasi yang mesti diselesaikan (namanya jg organisasi, banyak pihak2 yg terkait), tenaga yg dimiliki lebih kecil dibanding dengan beban kerja. Jika memang `nyambi` di apotek/mengajar bisa setelah jam kerja di rumah sakit selesai. Selama di RS, maka apotek dapat digantikan apoteker pengganti. Bisa juga dengan metode `call me` baik pasien2, tenaga lain maupun PSA.

    Apa yang tertulis disini sebagai share aja. Semoga mendatangkan manfaat. Mohon maaf bila ada perkataan yang kurang berkenan. Yang penting, mari bersama-sama memajukan dan mengembangkan serta mengoptimalkan pelayanan farmasi yang majemuk ini (karena ternyata terdiri dari beberapa tupoksi sehingga bidang minat apoteker pun bertambah luas). TAK ADA YANG TAK MUNGKIN DI DUNIA INI. MAN JADAA WAJADAA….SIAPA YANG BERSUNGGUH-SUNGGUH PASTI AKAN MENDAPATKANNYA.

  6. yahh…beginilah realita yg harus dihadapi para apoteker di Indonesia, sudah susah2 dan lama kuliahnya tapi tidak dihargai gajinya. kadang merasa menyesal sudah masuk jurusan kuliah yg salah…

  7. assalamualaikum, pak.
    salam kenal, saya dwi putri,mahasiswa program profesi apoteker.
    terima kasih untuk sharingnya pak. 🙂

  8. Salam kenal. Apa yang telah di uraikan di atas cukup menarik dan menuai kritik. Apoteker Indonesia, Mengapa belum eksis? Dari uraian dia atas dapat saya simpulkan bahwa belum eksisnya seseorang yang telah menyandang Apoteker karena dia belum punya kepercayaan diri yang penuh atas gelar yang telah disandangnya. Dengan kepercayaan diri maka apoteker akan berani tampil di muka untuk melaksanakan tugas sucinya sebagai orang yang lebih tahu dan mengerti akan ilmu yang pernah di perolehnya di saat kuliah. Dengan modal kepercayaan diri inilah rasa tanggung jawab akan muncul untuk diterapkan dan orang akan lebih menghargai akan profesi Apoteker yang telah dimiliki.

    • Saya sependapat dengan Mas Asmui. Itu pula yang saya alami di masa-masa awal saya bekerja di apotek beberapa tahun silam. Rasa tidak percaya diri ketika akan bertemu dengan pasien yang membeli obat. Takut nanti ditanya macam-macam. Suatu ketika saya merenung. Kenapa saya harus mengalami hal tersebut. Waktu itu saya mencoba membandingkan diri saya dengan dua orang karyawan apotek yang ada. Satu orang asisten apoteker yang juga baru mulai bekerja dan satu orang lagi adalah lulusan SMP yang memang sudah beberapa lama bekerja di toko obat. Kedua karyawan tersebut yang notabene memiliki pengetahuan yang tentunya jauh di bawah seorang apoteker saja bisa PD melayani konsumen pembeli obat, kenapa saya sebagai apotekernya malah tidak? Jawaban saya atas keadaan tersebut adalah karena saya tidak menguasai produk yang akan saya berikan ke pasien pengguna obat. Jadi agar rasa percaya diri apoteker timbul, mau tidak mau seorang apoteker harus terus belajar untuk memahami segala sesuatu tentang obat yang akan diberikannya ke konsumen. Bukankah salah satu pilar dari profesi apoteker adalah apoteker sebagai long life learner ( belajar seumur hidupnya )

  9. yuni ismirawati Says:

    hallo, saya apoteker bekerja di salah satu apotek. Setelah saya membaca blog ini……rasanya itulah realita yang sudah mendarah daging. Memang kita harus memulainya dari diri sendiri, karena kesadaran atas profesi kita tidak boleh dipaksakan. Siapa lagi yang akan ” mendobrak ” keadaan ini kalau bukan kita sendiri…..Bagaimana dengan Apoteker apoteker yang baru yang notabene belum punya pegangan atau panutan?…………………Apa akan mengikuti para senior yang tetap pada paradigma ini…..????
    Mari kita rubah step by step…………………..agar para Apoteker menjadi eksis dan qualified di bidangnya.

    Mohon maaf ya kalau ada kata2 yang tidak berkenan.
    Never give up….

  10. yuni ismirawati Says:

    Hari ini baru saja selesai seminar yang membahas pelaksaaan PP 51, Permenkes 889, jasa Apoteker.
    Tampaknya hal ini bagus untuk perkembangan Apoteker ke depan, seandainya kita telah menjadi Apoteker yang mandiri dan “merdeka”. Tetapi yang masih bekerja sama dengan pihak lain akan kesulitan dalam menjalaninya.
    Bagaimana IAI menyikap hal ini atau minimal solusi terbaik……??
    Mungkin ada masukan dari teman2 sejawat…..??

  11. sy ririn, saat ini masih menempuh pendidikan profesi Apoteker.
    menurut sy, yg salah adalah diri sendiri yg tidak menyadari akan tanggung jawab sbg Apoteker. dlm sumpah Apoteker sdh sgt jelas tp apakah benar – benar sudah mnghayati & mngamalkan sumpah itu ?????
    Mari rekan – rekan yg saat ini masih sedang menempuh pendidikan profesi,, mari berpikir trlebih dahulu apakah kt mencintai profesi kt ? apakah bersedia menjadi seorang Apoteker ? Apakah mnyadari tugas & tanggung jawab sbg Apoteker ? Jika jwbannya kabur atau antara ada & tiada… mari berpikir 1000x baru kemudian berani mngucapkan sumpah agar yg mndpt gelar adalah hanyalah org” yg benar” layak mnyandang gelar itu….
    ingat sebenarnya peran Apoteker sgt dibutuhkan oleh masyarakat & Apoteker memiliki tgs & tanggung jawab yg sgt berat.
    chayo rekan – rekan mari kt bergandengan tangan demi kemajuan profesi kt.

  12. Salam kenal..maap ketinggalan nimbrung..

    Saat ini saya kerja di distributor farmasi, dan terus terang masih malu menampilkan nama “apoteker” karena belom merasa memberikan apa-apa ke masyarakat.
    Gak eksisnya apoteker juga ada di distributor ini, sehari-hari saya cm membantu menangani masalah administrasi faktur yang gajinya juga harap maklum. Apotekernya cm kerasa waktu bikin laporan n misahin SP psikotropika aja, sisanya ya ndak ada..(palingan tambahannya jadi konsultan kesehatan gratis temen-temen kantor aja). Rasanya saya cm jadi penanggung jawab hal-hal yang gak keliatan.
    Kalo BPOM lagi dateng dan ada masalah, giliran apoteker yang kena apesnya..
    Untungnya baru-baru ini QA yang jadi job desk APJ udah mulai dijalanin karna ada kritik dari principal yang notabene Apoteker juga. cuma ya itu, masukan2 yang tentunya juga jadi hal baru gak begitu didengern. Rasanya miris, penanggung jawab sebuah distributor farmasi yang “besar”, tapi gak pernah diikutsertakan di pembahasan teknis SOP yang seharusnya profesi kita yang ngerti.

    Buat curcol kawan-kawan dan termasuk saya, sekarang tinggal kontribusi kita yang mau membawa nama Apoteker keluar. untuk pengabdian, buang dulu orientasi materinya..
    gimana kita mo disejajarin sama profesi dokter kalo kitanya juga
    NO MONEY NO ACTION. Anggap aja Tuhan YME yang ngebales semua kontribusi kita.

    Makasih juga buat ruang yang nerima saya buat curcol..

    BTW buat IAI, mahal bener bikin surat rekomendasi, gak sesuai neh ma gaji.. turunin dikit lah buat temen sejawat.

    • Senang sekali mendapat tambahan informasi dari teman sejawat yang kerja di distribusi. Saya sependapat bahwa untuk mendapatkan penghargaan dari pihak lain atas profesi kita, maka kita sendiri harus terlebih dahulu menghargainya dan terkadang untuk itu kita harus mengesampingkan materi. Semoga apoteker akan semakin jaya dan berkarya untuk kesehatan masyarakat.

  13. Apoteker takab tdk akan ada jk tdk diciptakan o/ rekan2 profesi apt itu sendiri. Krn mereka belum memahami & benar2 menerapkan sumpah apotekernya yaitu membaktikan diri (ilmunya) untuk masyarakat. Itu juga yg membuat profesi apoteker kurang eksis dibandingkan dengan dokter. Padahal menurut saya apt lebih tahu ttg obat daripada dokter. Dokter mungkin tahu mendiagnosa, namun apt tahu obat & diagnosanya ……. Saya kagum dengan K-24 yang memiliki apoteker meskipun pada jam malam sekaligus. Pengalaman pernah nebus resep jm 2 pagi ….

    • saya sependapat dengan Mbak Deasy. Apoteker sendirilah yang punya peranan dalan memajukan profesinya atau sebaliknya yang menyebabkan kemunduran. Makasih atas info apotek K 24nya

  14. Saya suka dengan ulasan Anda. Saya juga seorang Apoteker. Bagaimana kalo di tambah dengan opsi 6 (enam), Apoteker pemilik industri? Karena selama ini saya lihat apoteker kebanyakan sebagai “job seeker” bukan sebaliknya. Ayo semangat berwirausaha ^^

  15. Pak, saya boleh posting artikel ini di milis grup saya ya?? Terimakasih. Sangat menarik.

  16. estia riny Says:

    salam kenal sejawat…maaf saya numpang promo di halaman anda…saya sedang membutuhkan apoteker pengganti untuk apotek ibunda pecangaan jepara.utk luar kota disediakan tempat tinggal dan makan.jika berminat bisa menhubungi estia riny 085643002801.terima kasih

  17. apoteker klinik itu yg penting tahu penyakit yg diderita pasien dah bisa ngobatin orang kan ???
    kan apoteker itu ahli obat..
    masalah data subyektif, riwayat penyakit, drug history, dan family history kan bisa ditanyakan ke penderita ..
    tak usahlah kita terlalu terpaku pada UU di indonesia ..
    yang penting kan pasien nomor satu !
    kalau kita bisa membantu mewujudkan masyarakat yg lebih sehat, kenapa tidak ????
    masalah uang itu belakangan 🙂

  18. posting yg bgus…

  19. Permisi admin numpang promo, kalo ada yang butuh software Apotek bisa ke sini
    http://www.ji-software.com/berita-156-software-aplikasi-apotek.html
    thanks to admin

Tinggalkan Balasan ke ririn Batalkan balasan